Tau kisah ini pertama kali dari sebuah televisi swasta yang
menceritakan bahwa Pangeran Cakraningrat datang ke Bali untuk mengobati
anak raja di daerah bali yang sakit tak kunjung sembuh dan pada akhirnya
bisa disembuhkan oleh Pangeran Cakraningrat. Putri tersebut akhirnya
dijadikan istri oleh Pangeran Cakraningrat dan masuk agama Islam. kisah
dibawah ini dapat dari
teman facebook yang nge-tag gambar tempat makam Istri Pangeran
Cakraningrat beserta ceritanya. lebih jelas mengenai Misteri Makam
Keramat Agung Pemecutan Badung Bali, berikut kisahnya:
Satu-satunya makam Muslim di tengah pemakaman umat Hindu itu terletak di Desa Pemecutan, Kecamatan Denpasar Barat. Makam keturunan Raja Pemecutan itu dikeramatkan oleh umat Hindu dan juga Muslim.
Makam itu juga menjadi simbol bagaimana sebenarnya umat berbeda keyakinan bisa menyatu. Di sana, tidak pernah ada pengakuan bahwa umat Islam atau umat Hindu yang lebih berhak memelihara makam tersebut. Bahkan di makam itu mereka melebur dalam satu belanga dengan dua warna. Keberadaan makam Siti Khotijah menjadi salah satu alat pemersatu antara umat Muslim dengan Hindu yang merupakan agama mayoritas masyarakat di Pulau Bali.
Sejarah Makam Keramat Agung Pamecutan memang menyimpan sejuta misteri yang belum terungkap dengan jelas. Keberadaan makam keramat Putri Raja Badung hingga kini memunculkan tanda tanya seputar kematian sang puteri raja.
Puri Pamecutan yang sejak jaman kerajaan Bali menjadi salah satu kerajaan yang disegani. Selain memiliki kekuatan serta pengaruh besar, juga kehadiran seorang Raja Madura, CAKRANINGRAT IV saat berlangsung pergolakan perebutan kekuasaan Kerajaan di Bali pada awal abad ke XVII. Raja Madura ini dikenal memiliki kharisma serta kekuatan yang dibutuhkan kerajaan Badung. Kekuatan Kerajaan Badung atas bergabungnya Cakraningrat IV ternyata sanggup mengobarkan semangat berjuang Laskar Pamecutan memenangkan pertempuran antar kerajaan di Bali.
Bagian I: Cakraningrat IV Menangkan Sayembara Raja
Tersebutlah seorang raja di Puri Pemecutan yang bergelar I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Salah seorang putri beliau bernama Gusti Ayu Made Rai. Sang putri ketika menginjak dewasa ditimpa penyakit keras dan menahun yakni sakit kuning. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, namun tidak kunjung sembuh pula. Sang raja ketika itu mengheningkan bayu sabda dan idep, memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari sana beliau mendapatkan pewisik bahwa Sang Raja hendaknya mengadakan sabda pandita ratu atau sayembara.
Sang raja kemudian mengeluarkan sabda “barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit anak saya, kalau perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kalau laki-laki, kalau memang jodohnya akan dinikahkan dengan putri raja”. Sabda Pandita Ratu tersebut kemudian menyebar ke seluruh jagat dan sampai ke daerah Jawa, yang didengar oleh seorang syeh (guru sepiritual ) dari Yogyakarta. Syeh ini mempunyai seorang murid kesayangan yang bernama Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura. Pangeran kemudian dipanggil oleh gurunya, agar mengikuti sayembara tersebut ke puri Pemecutan Bali. Maka berangkatlah Pangeran Cakraningrat ke Bali diiringi oleh empat puluh orang pengikutnya.
Singkat ceritanya, Pangeran Cakraningrat mengikuti sayembara. Dalam sayembara ini banyak Panggeran atau Putra Raja yang ambil bagian dalam sayembara penyembuhan penyakit Raden Ayu. Putra-putra raja tersebut ada dari tanah jawa seperti Metaum Pura, Gegelang, ada dari Tanah Raja Banten dan tidak ketinggalan Putra-putra Raja dari Tanah Bali. Semua mengadu kewisesan atau kesaktiannya masing-masing dalam mengobati penyakit Raden Ayu. Segala kesaktian dalam pengobatan sudah dikerahkan seperti ilmu penangkal cetik, desti, ilmu teluh tranjana, ilmu santet, ilmu guna-guna, ilmu bebai, ilmu sihir, jadi semua sudah dikeluarkan oleh para Pangeran atau Putra Raja, tidak mempan mengobati penyakit dan malah penyakit Raden Ayu semakin parah, sehingga raja Pemecutan betul-betul sedih dan panik bagaimana cara mengobati penyakit yang diderita putrinya. Dalam situasi yang sangat mecekam, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Pangeran Cakraningrat.
Setelah Pangeran melakukan sembah sujud kehadapan Raja Pemecutan dan mohon diijinkan ikut sayembara. Raja Pemecutan sangat senang dan gembira menerima kedatangan Pangeran Cakraningrat IV dan mengijinkan mengikuti sayembara. Sang Pangeran minta supaya Raden Ayu ditempatkan di sebuah balai pesamuan Agung atau tempat paruman para Pembesar Kerajaan. Pangeran Cakraningrat mulai melakukan pengobatan dengan merapal mantra-mantra suci, telapak tangannya memancarkan cahaya putih kemudian berbentuk bulatan cahaya yang diarahkan langsung ke tubuh Raden Ayu. Sakit tuan putri dapat disembuhkan secara total oleh Pangeran Cakraningrat.
Kalau jodoh tak akan kemana, begitu pula yang terjadi antara Cakraningrat IV dengan Gusti Ayu Made Rai. Ternyata mereka saling mengagumi dan jatuh cinta saat pertama kali berjumpa. Cinta lokasi di Istan Puri Pamecutan pun terjadi saat proses penyembuhan dilakukan. Atas kesembuhan putrinya, Raja Badung memenuhi janjinya menikahkan kepada pemuda yang sanggup menyembuhkan putri Raja dari penyakit yang diderita. Persiapan pernikahan kedua insan berdarah ningrat inipun digelar meriah di lingkungan Puri Pamecutan.
Sesuai dengan janji sang raja, maka Gusti Ayu Made Rai dinikahkan dengan Pangeran Cakraningrat, ikut ke Bangkalan Madura. Gusti Made Rai pun kemudian mengikuti kepercayaan Sang Pangeran, berganti nama menjadi Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah.
Satu-satunya makam Muslim di tengah pemakaman umat Hindu itu terletak di Desa Pemecutan, Kecamatan Denpasar Barat. Makam keturunan Raja Pemecutan itu dikeramatkan oleh umat Hindu dan juga Muslim.
Makam itu juga menjadi simbol bagaimana sebenarnya umat berbeda keyakinan bisa menyatu. Di sana, tidak pernah ada pengakuan bahwa umat Islam atau umat Hindu yang lebih berhak memelihara makam tersebut. Bahkan di makam itu mereka melebur dalam satu belanga dengan dua warna. Keberadaan makam Siti Khotijah menjadi salah satu alat pemersatu antara umat Muslim dengan Hindu yang merupakan agama mayoritas masyarakat di Pulau Bali.
Sejarah Makam Keramat Agung Pamecutan memang menyimpan sejuta misteri yang belum terungkap dengan jelas. Keberadaan makam keramat Putri Raja Badung hingga kini memunculkan tanda tanya seputar kematian sang puteri raja.
Puri Pamecutan yang sejak jaman kerajaan Bali menjadi salah satu kerajaan yang disegani. Selain memiliki kekuatan serta pengaruh besar, juga kehadiran seorang Raja Madura, CAKRANINGRAT IV saat berlangsung pergolakan perebutan kekuasaan Kerajaan di Bali pada awal abad ke XVII. Raja Madura ini dikenal memiliki kharisma serta kekuatan yang dibutuhkan kerajaan Badung. Kekuatan Kerajaan Badung atas bergabungnya Cakraningrat IV ternyata sanggup mengobarkan semangat berjuang Laskar Pamecutan memenangkan pertempuran antar kerajaan di Bali.
Bagian I: Cakraningrat IV Menangkan Sayembara Raja
Tersebutlah seorang raja di Puri Pemecutan yang bergelar I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Salah seorang putri beliau bernama Gusti Ayu Made Rai. Sang putri ketika menginjak dewasa ditimpa penyakit keras dan menahun yakni sakit kuning. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, namun tidak kunjung sembuh pula. Sang raja ketika itu mengheningkan bayu sabda dan idep, memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari sana beliau mendapatkan pewisik bahwa Sang Raja hendaknya mengadakan sabda pandita ratu atau sayembara.
Sang raja kemudian mengeluarkan sabda “barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit anak saya, kalau perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kalau laki-laki, kalau memang jodohnya akan dinikahkan dengan putri raja”. Sabda Pandita Ratu tersebut kemudian menyebar ke seluruh jagat dan sampai ke daerah Jawa, yang didengar oleh seorang syeh (guru sepiritual ) dari Yogyakarta. Syeh ini mempunyai seorang murid kesayangan yang bernama Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura. Pangeran kemudian dipanggil oleh gurunya, agar mengikuti sayembara tersebut ke puri Pemecutan Bali. Maka berangkatlah Pangeran Cakraningrat ke Bali diiringi oleh empat puluh orang pengikutnya.
Singkat ceritanya, Pangeran Cakraningrat mengikuti sayembara. Dalam sayembara ini banyak Panggeran atau Putra Raja yang ambil bagian dalam sayembara penyembuhan penyakit Raden Ayu. Putra-putra raja tersebut ada dari tanah jawa seperti Metaum Pura, Gegelang, ada dari Tanah Raja Banten dan tidak ketinggalan Putra-putra Raja dari Tanah Bali. Semua mengadu kewisesan atau kesaktiannya masing-masing dalam mengobati penyakit Raden Ayu. Segala kesaktian dalam pengobatan sudah dikerahkan seperti ilmu penangkal cetik, desti, ilmu teluh tranjana, ilmu santet, ilmu guna-guna, ilmu bebai, ilmu sihir, jadi semua sudah dikeluarkan oleh para Pangeran atau Putra Raja, tidak mempan mengobati penyakit dan malah penyakit Raden Ayu semakin parah, sehingga raja Pemecutan betul-betul sedih dan panik bagaimana cara mengobati penyakit yang diderita putrinya. Dalam situasi yang sangat mecekam, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Pangeran Cakraningrat.
Setelah Pangeran melakukan sembah sujud kehadapan Raja Pemecutan dan mohon diijinkan ikut sayembara. Raja Pemecutan sangat senang dan gembira menerima kedatangan Pangeran Cakraningrat IV dan mengijinkan mengikuti sayembara. Sang Pangeran minta supaya Raden Ayu ditempatkan di sebuah balai pesamuan Agung atau tempat paruman para Pembesar Kerajaan. Pangeran Cakraningrat mulai melakukan pengobatan dengan merapal mantra-mantra suci, telapak tangannya memancarkan cahaya putih kemudian berbentuk bulatan cahaya yang diarahkan langsung ke tubuh Raden Ayu. Sakit tuan putri dapat disembuhkan secara total oleh Pangeran Cakraningrat.
Kalau jodoh tak akan kemana, begitu pula yang terjadi antara Cakraningrat IV dengan Gusti Ayu Made Rai. Ternyata mereka saling mengagumi dan jatuh cinta saat pertama kali berjumpa. Cinta lokasi di Istan Puri Pamecutan pun terjadi saat proses penyembuhan dilakukan. Atas kesembuhan putrinya, Raja Badung memenuhi janjinya menikahkan kepada pemuda yang sanggup menyembuhkan putri Raja dari penyakit yang diderita. Persiapan pernikahan kedua insan berdarah ningrat inipun digelar meriah di lingkungan Puri Pamecutan.
Sesuai dengan janji sang raja, maka Gusti Ayu Made Rai dinikahkan dengan Pangeran Cakraningrat, ikut ke Bangkalan Madura. Gusti Made Rai pun kemudian mengikuti kepercayaan Sang Pangeran, berganti nama menjadi Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah.